PPDB Jabar Merusak Reputasi Zonasi

Tujuan PPDB zonasi tak lain dan tak bukan adalah agar siswa tinggal lebih dekat dengan sekolah. Tidak untuk PPDB SMA Jawa Barat 2018: Khusus tahun ini, lebih mudah lolos seleksi PPDB jika Anda berasal dari luar Jawa Barat.

Setidaknya di Kota Bandung, passing grade luar provinsi seluruh SMA negeri lebih kecil ketimbang passing grade dalam provinsi. Walaupun hati kecil saya pernah berharap hal ini terjadi, pada akhirnya penetapan ini menjadi kontradiktif dengan semangat zonasi.

Prinsip dasar aturan zonasi adalah siapa dekat dia dapat. PG luar provinsi yang lebih kecil ketimbang PG dalam provinsi memberi isyarat lebih mudah diterima sekolah jika berasal dari daerah yang jauh sekali ketimbang dari daerah yang dekat, persis kebalikan dari prinsip zonasi.

Mengapa terjadi kepada dirimu?

Udah ah, jangan alay. Mengapa PG luar provinsi bisa lebih kecil?

Di awal PPDB, kuota luar provinsi ditetapkan sebesar 5% dari jumlah pendaftar. Akan tetapi, aturan ini dibuat tanpa memperhatikan statistik pendaftar tahun sebelumnya. Untuk Kota Bandung setidaknya, pendaftar yang berasal dari luar Bandung Raya saja biasanya hanya berkisar 5%-10% dari total seluruh pendaftar. Pada PPDB jalur non-NHUN tahun ini, jumlah pendaftar luar provinsi kurang dari 5% jumlah seluruh pendaftar.

Setiap tahun hal ini selalu terjadi: aturan PPDB tahun berikutnya tidak didasarkan kepada keberjalanan dan statistik pendaftar PPDB tahun sebelumnya. Oleh karena itu penting bagi Disdik Jabar untuk menyimpan data PPDB 2018 tidak hanya sebagai dasar pengecekan kondisi riil siswa di sekolah, tetapi juga sebagai dasar penyusunan kebijakan PPDB 2019. Untuk tahun ini saja:

  • Kuota WPS 10% namun pendaftar membeludak, berarti kuota WPS perlu diperbesar
  • Kuota jalur prestasi 15% namun ada banyak sekolah yang kuota jalur prestasinya terisi penuh, berarti kuota jalur prestasi perlu diperkecil
  • Kuota luar provinsi 5% nyaris tidak terisi sama sekali (setidaknya di daerah yang jauh dari batas provinsi), berarti kuota luar provinsi di daerah selain batas provinsi perlu diperkecil
  • Prasangka buruk muncul akibat adanya jeda yang relatif panjang antara penutupan pendaftaran dan pengumuman, berarti upload data untuk tahun depan harus realtime serta rapat pleno (jika diperlukan) harus dilakukan segera setelah pendaftaran ditutup. Pengeluaran ekstra untuk membayar lembur tidak apa-apa jika memang diperlukan untuk terciptanya PPDB yang realtime.

Semua pengamatan ini didasarkan pada hasil di Kota Bandung. Jika pembaca mengamati daerah lain, harap bagikan juga hasil pengamatan Anda.

Kita sudah capek-capek berstatistika ria agar bisa lolos seleksi PPDB. Kini waktunya Disdik Jabar berstatistika ria untuk menyusun aturan PPDB yang seadil mungkin.

13 respons untuk ‘PPDB Jabar Merusak Reputasi Zonasi

  1. Luki Juli 12, 2018 / 11:32 am

    Setidaknya, untuk pendaftar luar provinsi diberikan persyaratan tambahan yang memberikan kesempatan siswa yang orang tuanya bekerja di Bandung (dengan bukti yang mencukupi)

    Bukannya itu maksud adanya kuota luar provinsi kah?

    Untuk Kuota WPS, ini adalah celah yang akan timbul potensi ‘oknum’, harus ada ketegasan dalam aturan ini. Pindah KK itu banyak yang sudah direncanakan lama (bahkan saat anak baru kelas 7, ortu nya sudah kasak kusuk ‘titip’ buah hati nya ke kerabat ybs).

    Dan Saya dengar kasus ini cukup jadi drama di SMA belitung (3 dan 5), dimana diberi kesempatan bagi ortu yang berdinas di TNI merajuk ke sekolah berbekal surat rekomendasi dari instansi nya. Hal ini timbul karena jalur MoU dihapus utk PPDB 2018.

    Drama tahunan PPDB emang nggak pernah ada habisnya 😥

    Suka

  2. Ridwan S Juli 12, 2018 / 11:53 am

    Kasian yg dari Garut, Tasik, Cirebon, Bogor dan kota lainnya di Jabar yg ingin masuk ke SMA Favorit di Bandung, mereka dapat score jarak 350(sama dgn luar Prov) tapi kena PG dalam provinsi yg tinggi. Sedangkan dari luar provinsi kena PG luar provinsi yg jauh lebih rendah. Ini Disdik/Pemda Jabar ngutamain warga jabar atau warga luar jabar sih?

    Harusnya semua posibility sudah diantisipasi & disimulasikan oleh disdik/panitia
    kita tunggu hasil finalnya .. semoga ada perubahan.

    Disukai oleh 2 orang

    • Ridwan S Juli 13, 2018 / 7:39 am

      saya ambil satu contoh (saya yakin banyak kasus mirip ini).:

      siswa no 2171031802030002 dari Cikarang (Bekasi, jabar) dengan nilai NHUN = 357.5 dengan score jarak 350 maka nilai total 355,25 tidak diterima di SMAN 8 maupun SMAN 2 (pilihan-2) karena kena PG dlm provinsi.

      Sementara siswa dari sidoarjo (bukan warga Jabar) dgn NHUN 290 diterima di SMAN 8

      ini keadilan macam apa???

      maap nih saya kritik agak pedas … karena efek yg diterima oleh siswa & orang tua yg merasa diperlakukan tidak adil lebih pedas dari kritik ini.

      Disukai oleh 1 orang

      • Yasmi Juli 14, 2018 / 7:15 pm

        PR utk disdik privinsi SKTM palsu, WPS tidak sesuai dengan alamat orang tua dan pendaftar luar provinsi yang mudah sekali masuk masuk sman apa saja di bandung

        Disukai oleh 1 orang

  3. tati artati Juli 12, 2018 / 12:10 pm

    Sepertinya yang paling bagus adalah zonasi deh seperti yang diterapkan di Jakarta dan didahulukan untuk Lokal terlebih dahulu ketimbang jalur Umum karena untuk tahun ini diberlakukan seperti itu dan kelihatan sebenernya NHUN yang tinggi itu berasal dari jalur Lokal ketimbang Umum sehingga memberi kesempatan siswa dari wilayah lain memilih sekolah yang dianggap bagus di wilayah yang bukan zona nya.
    Untuk Luar Propinsi 5% di DKI Jakarta menurut saya masih kurang karena peminatnya membludak sehingga perlu ditambah beda dengan di Jawa Barat malah ada yang tidak memenuhi quotanya kecuali sekolah favorit.

    sekian

    Disukai oleh 1 orang

  4. supriadi Juli 12, 2018 / 4:47 pm

    untuk pilihan juga seharusnya 1 pilihan saja jadi tidak terjadi pemindahan peserta dari pilihan 2 sekolah favorit.

    Suka

  5. Junn Juli 12, 2018 / 10:14 pm

    Saya bukan penggemar sistem zonasi apalagi jika diterapkan zonasi murni (hanya melihat jarak dari rumah ke sekolah), percuma punya NHUN yang tinggi jika rumahnya jauh dari sekolah, memilih sekolah swasta yang bagus, cukup tinggi biayanya (terkadang lebih mahal uang pangkal masuk SMA swasta daripada perguruan tinggi. swasta)
    SMA Negeri hanya ada 27 dan tidak merata (bagaiman bisa merata kalau hanya ada 27 sekolah), meski semua sekolah sudah akreditasi A, suka tidak suka sekolah favorit tetap menjadi pilihan karena fasilitas dan lingkungan yang lebih baik
    Jangan membandingkan dengan DKI Jakarta, mereka lebih mirip kota yang sangat besar (dengan APBD yang 4 kali Jawa Barat) dari pada sebuah provinsi, Bandingkan Jawa Barat dengan Jawa Tengah atau Jawa Timur.

    Maaf, ini pendapat saya pribadi sebagai orang tua yg anaknya mau masuk SMA tahun depan dan dari sekarang sudah pusing memikirkannya,

    Suka

    • Ridwan S Juli 13, 2018 / 12:54 am

      Betul pak JUNN… saya tinggal di dalam kota, jarak ke SMA favorit tidak terlalu jauh (1-3km), anak saya diuntungkan dengan Zonasi karena tanpa usaha dapat score jarak 395.

      Tetapi secara pribadi saya ‘kurang’ setuju dengan sistem zonasi dan tidak setuju dengan sistem zonasi murni & WPS karena sekolah itu milik bersama bukan milik warga terdekat sekolahan, penyelenggaraan pendidikan ini dibiayai negara atau otonomi daerah, artinya warga jauhpun harusnya punya hak dan kesempatan yang sama dlm bidang pendidikan jangan sampai merasa ‘dianaktirikan’.

      Saya lebih setuju back to basic seperti jaman dulu masuk sekolah itu murni mengandalkan nilai NEM (UN) atau prestasi, itu lebih adil buat anak-anak kita, biarkan mereka berkompetisi secara fair di bidang akademik dan saya yakin jika anaknya kalah secara akademik ibunya gak akan demo. walaupun dlm sistem akademik (UN) ada potensi kecurangan tetapi potensi kecurangan tsb dapat ditekan & lebih controlable.

      Tetapi kita harus realistis .. ‘banyak kepentingan’ dlm pendidikan ini diantaranya ada kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa & ‘wajib belajar 12 tahun’ sehingga warga yg tidak mampu perlu dapat kemudahan.

      Saya berharap untuk tahun depan kuota jalur akademik porsinya bisa naik menjadi sekitar 60-70% agar anak-anak lebih termotivasi. dan disdik/pemda jabar lebih mengutamakan warga jabar sesuai dengan semangat otonomi daerah tanpa menghilangkan kesempatan warga luar provinsi yg ingin belajar di jabar. jangan seperti yg sekarang ada kesan ‘warga luar prov lebih mudah masuk SMAN dibanding warga dlm provinsi’.

      saran saya buat pak JUNN tahun depan jangan lupa pantengi website ini, karena disini banyak informasi yg bermanfaat terutama prediksi passing gradenya cukup bagus + adminnya juga hebat pisan.
      saran lainya…ganti KK atau titipkan anak bapak di KK yg dekat dengan sekolahan yg dituju dari sekarang (minimal 6 bulan sebelum ppdb) .. ini saran yang buruk tapi tidak melanggar aturan.

      Disukai oleh 1 orang

      • Junn Juli 13, 2018 / 3:21 am

        Luar biasa, trims pak Ridwan yg memberi tanggapan di malam selarut ini, sebenarnya saya sudah memantau web ini mungkin sudah 5 tahunan dan tks sekali ke kang admin nya yg sdh berbagi waktu sehingga datanya selalu up to date.

        Saya cukup mengerti dengan adanya aturan zonasi yg bertujuan utk meratanya kualitas sekolah dan kebetulan rumah saya juga enggak terlalu jauh amat dari sekolah “favorit” tapi saya tetap tidak setuju dengan zonasi murni selama kuantitas dan kualitas sekolah tidak merata dan tugasnya Disdik utk berbuat dan memikirkan hal tersebut tanpa harus membuat resah orangtua.

        Maaf saya menekankan istilah “favorit”, tapi mungkin karena anaknya yang pintar atau sekolahnya yang bagus, bagaimanapun entah teori dari mana bahwa sudah menjadi fakta untuk saat ini di kota Bandung jika lebih dari 50% anak lulusan dari SD favorit pasti masuknya ke SMP favorit kemudian lebih dari 50% lulusannya ke SMA favorit dan lebih dari 50% lulusan SMA tersebut bisa diterima di PTN favorit (SBMPTN satu2nya jalur penerimaan pendidikan yg saya rasa paling fair).

        Tahun2 sebelumnya saya cukup rajin mengumpulkan data siswa dgn nilai UN utk lulusan SD maupun SMP juga memantau web ini, dan sangat membantu ketika memilih sekolah dengan menggunakan ilmu statistik yang saya kuasai yang terkadang aneh bin ajaib tapi ternyata berhasil karena anak saya yg pertama 3 tahun yg lalu bisa masuk SMA yang diinginkannya (trims lagi buat kang admin) dan sekarang baru lulus dan bersyukur bisa masuk PTN yang juga diinginkannya (seperti teori antah berantah tersebut diatas).

        Utk PPDB tahun ini saya malas sekali untuk mengumpulkan data (dan data NHUN yg seperti tahun lalu juga memang tidak ada) karena melihat adanya sistem zonasi dan juga ada prediksi bahwa tahun depan PPDB SMA dengan gubernur yang baru bisa jadi mungkin akan menggunakan zonasi murni (melihat PPDB SMP Bandung sekarang yg zonasi murni) jadi wait and see saja.

        Disukai oleh 1 orang

  6. estiningsih Juli 13, 2018 / 8:27 am

    #back to basic, lebih adil !

    Suka

  7. Cluster Juli 13, 2018 / 2:47 pm

    Selama standard kualitas setiap sekolah masih berbeda, sistem yg menggunakan area pasti banyak yang kontra 🙂

    Belum lagi ada aturan yang rancu seperti ada quota khusus untuk luar propinsi, kata Kang Taufiq mah, “Ongkoh cenah zonasi, tapi PG luar kok lebih ringan dari PG dalam… kan lucu… ”
    Yang memungkinkan aturan ini menjadi celah kecurangan ( ada rumor2 tentang ini … ah sudahlah)

    Kedepan sih, berharap selain aturan lebih fair dan jelas, para Orang Tua juga tidak memaksakan kehendak untuk berbuat curang dengan berdalih apapun, sehingga tidak “merampas” hak2 orang lain
    🙂

    Disukai oleh 1 orang

  8. Dre Juli 13, 2018 / 8:37 pm

    Khusus untuk WPS saya ingin menggarisbawahi karena data yang diperlukan adalah nomor Kartu Keluarga harusnya panitia PPDB Jabar terintegrasi dengan disdukcapil, sehingga kartu keluarga aspal bisa segera diantisipasi, sebab normalnya kartu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak bukan anak orang yang numpang rumah

    Disukai oleh 1 orang

Berikan tanggapan