Balada Pendaftar Luar Kota

CATATAN: Ini adalah opini pribadi penulis. Anda mungkin setuju sepenuhnya, setuju sebagian, atau tidak setuju sama sekali dengan pendapat pada post ini.

Sepanjang PPDB Kota Bandung 2015/2016, polemik kuota dalam wilayah dan luar wilayah menyita sangat banyak perhatian baik dalam skala lokal maupun nasional. Namun hal yang tak kalah penting, walaupun kurang sorotan di media dibanding masalah pendaftar dalam dan luar wilayah, adalah pendaftar luar kota. Dengan sebuah perubahan fundamental di jam-jam terakhir menjelang pengumuman, tidak sedikit pendaftar luar kota yang terlempar dari seleksi PPDB Kota Bandung 2015/2016 jalur akademik.

Walaupun perwal hanya menyebutkan kuota luar kota “sebanyak-banyaknya 10%” kecuali sekolah di perbatasan, berkaca dari pengalaman PPDB Kota Bandung 2014/2015 lalu, kuota luar kota di setiap sekolah pada umumnya 10%, kecuali sekolah perbatasan, dengan melakukan pembulatan.

Selain itu, pada PPDB Kota Bandung 2014/2015, pendaftar luar kota hanya dipersaingkan dengan sesama pendaftar luar kota. Dengan demikian, kuota luar kota yang umumnya 10% itu tidak bisa direbut pendaftar dalam kota, kecuali apabila jumlah pendaftar luar kota tidak melebihi kuota. Maka pendaftar luar kota memiliki passing grade sendiri, yang kadangkala lebih kecil dari passing grade dalam kota.

Melihat tweet yang terpampang dari linimasa Twitter (mengingat saya bukan orang yang mengamati web PPDB selama 24 jam penuh), sampai sore hari tanggal 9 Juli, sekitar 8,5 jam sebelum pengumuman, tampilan web PPDB masih memisahkan persaingan pendaftar luar kota dari persaingan pendaftar dalam wilayah dan luar wilayah. Artinya pendaftar luar kota hanya bersaing dengan sesama pendaftar luar kota.

Andaikata hal tersebut bertahan sampai akhir, maka banyak sekolah akan memiliki passing grade luar kota yang lebih kecil dari PG luar wilayah (tahap 2) dan untuk sejumlah sekolah bahkan PG dalam wilayah (tahap 1) sekalipun. Andaikata hal tersebut bertahan sampai jam 12 malam saat hasil sudah dikunci dan final, maka saya sudah menyiapkan judul “Enaknya Jadi Orang Luar Kota” untuk post ini.

Akan tetapi, semuanya berubah hanya beberapa jam sebelum pengumuman melalui sentuhan keyboard sejumlah anggota tim IT.

Saat hasil seleksi nampaknya hanya menunggu jam 12 malam untuk pengesahan, rupanya diputuskan bahwa pendaftar luar kota dipersaingkan dengan pendaftar luar wilayah alias tahap 2. Dalam keterangan di web PPDB dinyatakan, “Saat pengumuman akan terseleksi bahwa pendaftar dari luar kota Bandung yang PG-nya lebih rendah dari PG Tahap 2 maka akan tersingkir dari perengkingan seleksi pendaftar luar kota”. Dengan demikian, PG luar kota dihapus begitu saja. Kontan tidak sedikit pendaftar luar kota yang terlempar dari seleksi.

Ini bukan perubahan sembarangan. Jauh sebelum PPDB dimulai, mestinya sudah jelas dan sudah disosialisasikan aturan semacam ini. Penjelasan mengenai dengan siapa saja pendaftar luar kota akan bersaing tidak tercantum di perwal, di tweet @ppdbkotabandung, di pdf sosialisasi yang ada di web disdik, maupun di infografik PPDB. @disdik_bandung memang pernah menyinggung hal ini, namun perlu dicatat bahwa itu adalah tanggal 7 Juli, saat display pendaftar luar kota belum dipisah seperti pada tanggal 8 dan sebagian tanggal 9. Juklak yang normalnya menjelaskan hal seperti ini pun entah ada di mana batang hidungnya, tidak pernah terlihat oleh khalayak ramai.

Ke depannya, peraturan PPDB harus menyatakan aturan main PPDB dengan jelas, tidak multitafsir, dan sebisa mungkin tidak ada celah (loophole). Jika tidak, maka jangan heran apabila kebingungan seperti ini akan terjadi lagi tahun depan, atau ada justifikasi “kuota penerimaan peserta didik yang berasal dari luar kota adalah maksimal 10%” (baca: kalau mau kurang dari 10%, tidak ada yang melarang) atau yang serupa. Jika perwal PPDB, atau pergub PPDB untuk PPDB SMA tahun depan, memang memerlukan juklak sebagai penjelasan yang lebih rinci, maka publikasikan juga juklak tersebut ke tempat yang mudah ditemukan masyarakat yang berkepentingan, misalnya di web PPDB atau di web disdik.

Dengan demikian, tim IT pun akan memiliki panduan yang jelas mengenai algoritma seleksi PPDB dan sudah punya bayangan mengenai seperti apa hasil seleksi nanti harus ditampilkan. Sederhananya, mereka tinggal mendesain web dan juga membuat program yang melakukan seleksi sesuai dengan peraturan sejak awal, tanpa perlu banyak melakukan perubahan di tengah jalan seperti tahun ini.

Kuota 10%

Tahun lalu, banyak pendaftar luar kota yang geram karena klasifikasi pendaftar dalam dan luar kota hanya didasarkan pada alamat KK, sedangkan banyak orang luar Kota Bandung yang bersekolah di Kota Bandung. Maka pada tahun ini, pendaftar dengan domisili Bandung Raya yang bersekolah di Kota Bandung digolongkan sebagai pendaftar dalam kota.

Tahun ini, jumlah pendaftar luar kota turun drastis karena perluasan definisi pendaftar dalam kota. Tahun lalu, pendaftar luar kota berjumlah 3.800 lebih pada PPDB SMP, dan 2.400 lebih pada PPDB SMA di semua jalur (sumber, namun angkanya saya bulatkan karena sumber tersebut hanya menyebut statistik sementara). Kedua angka tersebut melebihi 15% dari total pendaftar.

Tetapi tahun ini, jumlah pendaftar PPDB SMP asal luar kota hanya berjumlah 1.891 (6,1% dari total pendaftar) dan jumlah pendaftar PPDB SMA asal luar kota hanya berjumlah 963 (5,8% dari total pendaftar jalur akademik). Maka tidak heran apabila saat pendaftar luar kota masih hanya dipersaingkan dengan pendaftar luar kota sebelum perubahan fundamental tersebut, banyak sekolah memiliki PG luar kota yang jauh lebih rendah dari PG luar wilayah.

Dari data tersebut, kuota luar kota tentu tidak bisa 10% dengan persaingan eksklusif (yakni hanya dipersaingkan dengan pendaftar luar kota), karena dengan pendaftar yang sedikit, kuota 10% menjadi berlebih. Tahun ini, diputuskan bahwa walaupun kuota luar kota tetap 10%, persaingan tidak lagi eksklusif. Akan tetapi tetap saja, ini adalah keputusan yang sangat mendadak. Namun untuk tahun depan, urusan alokasi kuota luar kota dalam PPDB Kota Bandung masih bisa dikaji, dan menurut saya kajian tersebut harus dilakukan jauh hari sebelum PPDB Kota Bandung 2016/2017.

Persaingan eksklusif?

Tahun lalu, persaingan pendaftar luar kota bersifat eksklusif, artinya pendaftar luar kota hanya bersaing dengan sesama pendaftar luar kota untuk merebut kuota luar kota. Tahun ini, persaingan tidak lagi eksklusif. Ada dua persaingan berbeda yang dihadapi pendaftar luar kota secara bersamaan. Pertama, persaingan sesama pendaftar luar kota berebut jatah luar kota yang 10%. Kedua, persaingan dengan pendaftar tahap 2 agar nilai berada di atas PG tahap 2.

Banyak orang dalam kota tidak akan senang dengan ini, tapi menurut saya sebaiknya persaingan luar kota bersifat eksklusif. Kuota luar kota hanya boleh direbut pendaftar dalam kota apabila kuota tersebut tidak terisi penuh oleh pendaftar luar kota.

Alasan pertama, ini memungkinkan PG luar kota lebih rendah dari PG dalam kota (atau PG luar wilayah). Sejumlah orang dalam kota akan berargumen bahwa ini tidak adil bagi pendaftar dalam kota. Akan tetapi buat saya, tidak ada yang salah dengan lebih kecilnya PG luar kota. Pandang dua kasus:

  • Sekolah A: kuota luar kota 30 orang, pendaftar luar kota 100 orang
  • Sekolah B: kuota luar kota 30 orang, pendaftar luar kota 31 orang

Tentu secara alamiah, dalam kondisi normal, persaingan pendaftar luar kota di sekolah B mestinya lebih mudah dibandingkan persaingan pendaftar luar kota di sekolah A. Maka apabila PG luar kota Sekolah B kecil sampai bahkan lebih kecil dari PG dalam kota, maka itu menjadi sinyal bahwa minat siswa luar kota ke Sekolah B-lah yang kurang.

Lagipula, PG luar kota yang lebih rendah dari PG dalam kota akan menjadi tamparan keras untuk pendaftar luar kota yang merubah KK-nya menjadi KK dalam kota dengan niat awal memperlebar peluang lolos seleksi PPDB sebagai pendaftar dalam kota. Ketika PG luar kota lebih kecil dari PG dalam kota, tahun depan pendaftar luar kota yang berniat memalsukan KK akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan tidak terpuji itu.

Alasan kedua, pandang kasus ekstrem berikut. Misalnya saja setiap sekolah di Kota Bandung jauh lebih baik dari sekolah mana pun di luar Kota Bandung. Akibatnya nilai UN siswa Bandung jauh melebihi nilai UN siswa di luar Kota Bandung. Andaikan pendaftar luar kota harus bersaing juga dengan pendaftar dalam kota sehingga PG luar kota tidak mungkin lebih rendah dari PG dalam kota. Walhasil tidak akan ada siswa luar kota yang bisa bersekolah di Kota Bandung, karena akan selalu tersisih oleh pendaftar dalam kota.

Padahal dalam kasus ini, sekolah-sekolah berkualitas baik hanya bisa didapat di Kota Bandung. Akibatnya siswa dari luar Kota Bandung tidak akan pernah bisa mendapatkan pendidikan berkualitas baik. Maka ketimpangan pendidikan di Kota Bandung dengan di tempat lain akan semakin jauh dan tidak terkejar.

Maka apabila Kota Bandung memang betul memiliki sekolah-sekolah negeri dengan kualitas yang secara umum lebih tinggi dari daerah di sekitarnya, justru kuota luar kota yang terproteksi dari “gangguan” pendaftar dalam kota bisa menjadi bentuk “afirmasi” bagi siswa luar kota yang mencari pendidikan yang lebih baik dan diharapkan ke depannya akan turut membangun kota/kabupatennya masing-masing.

Kalau persaingannya eksklusif, berarti tidak bisa 10%?

Sebagai konsekuensi karena saya berpendapat persaingan pendaftar luar kota harus eksklusif, dengan fakta PPDB 2015 yang ada saya harus berpendapat bahwa besar kuota luar kota tidak bisa dipertahankan sebesar 10%. Melihat persentase pendaftar luar kota tahun ini, saya memiliki feeling angka yang ideal akan berada di kisaran 5-7,5%. Namun demikian, perlu kajian lebih lanjut dengan data yang lebih detil oleh orang yang lebih kompeten.

Bahkan bisa jadi, jika kita mengacu pada kasus Sekolah A dan Sekolah B di atas, besaran kuota luar kota tiap sekolah bisa berbeda tergantung perkiraan jumlah peminat dari luar kota di tiap sekolah. Toh, itulah yang memungkinkan sekolah perbatasan memiliki kuota luar kota lebih dari 10%. Kelebihan dari alokasi yang berbeda tergantung perkiraan minat ini adalah jika perhitungannya tepat, alokasi kuota akan sangat adil atau setidaknya proporsional. Kekurangannya ada dua: pertama, perlu lebih banyak perhitungan matematis; kedua, tidak semua orang akan mengerti perhitungannya, dan orang-orang tersebut bisa (salah) menyangka bahwa alokasi kuota tersebut tidak adil.

8 respons untuk ‘Balada Pendaftar Luar Kota

  1. I. C. Juliana Juli 10, 2015 / 2:38 pm

    Salut dgn analisa Pak Taufiq…
    Betul sekali pak.. peraturan yg berubah2 bahkan sampe detik terakhir sgt merugikan kami para pendaftar luar kota

    Perlu dicatat bahwa, kami tdk akan keberatan dg apapun peraturan yg ditetapkan asal sebelumnya disosialisasikan dgn baik, SOP yg jelas dan keprofesionalan dr para pelaksana di lapangan..

    Kalo boleh saran, sebaiknya thn dpn, proses PPDB diserahkan pada pihak ke-3 yg independen/panitia adhoc shg lbh profesional dan terbebas dr kepentingan pihak2 yg tdk bertanggungjwb.

    Suka

  2. Diba Juli 11, 2015 / 7:42 am

    Saya setuju, Mas Taufiq. Salah satu teman anak saya menjadi korban perubahan di detik terakhir ini. Anak tersebut adalah anak tidak mampu. Ayahnya supir dan ibunya asisten rumah tangga. Lahir dan besar di bandung, di rumah majikannya, tetapi tidak punya KK kota Bandung karena tidak mungkin nebeng ke majikan. Jadi jelas tidak bisa daftar via SKTM.Tadinya sudah diterima di salah satu SMAN, tp krn perubahan di detik2 terakhir, terlempar dari daftar. Sekarang terpaksa dia dikirimkan ke rmh neneknya di Jawa krn ortunya tdk mampu membayar sekolah swasta. Sedih rasanya melihat harapan anak ini dilambungkan lalu dijatuhkan di menit2 terakhir.

    Suka

  3. nurlaela Juli 11, 2015 / 4:41 pm

    P Taufiq dengan segala hormat terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena sudah mewakili perasaan & pendapat kami sebagai orang tua pendaftar luar kota. Keberadaan kami tahun ini rasanya seperti tak dipandang sebelah mata. Nasib kami dipermainkan dengan aturan yang tidak jelas bahkan di menit2 terakhir berubah sangat tragis. Beruntung anak kami mempunyai nilai UN yang cukup baik sehingga kami tidak mengalami nasib seperti teman anaknya B Diba terlempar di menit2 terakhir, saya sangat prihatin & berempati dengan keadaannya. Mudah2an ini jalan yang terbaik dari Allah bagi dia walaupun sangat menyesakkan.

    Tetapi walaupun pendaftar luar kota bernasib menyedihkan, itu tidak lantas merubah niat kami untuk menyekolahkan anak ke dua kami di kota Bandung karena seperti P Taufiq bilang sekolah2 yang berkualitas baik banyak terdapat di kota Bandung.Dan kami pun tidak berniat mengambil jalan pintas untuk menitipkan anak kami di KK salah satu saudara kami yang ada di Bandung. Bagi kami kejujuran itu di atas segalanya jauh mengalahkan mimpi / cita2 kami. Sekali lagi terima kasih P Taufiq sudah melihat kondisi pendaftar luar kota dari sudut pandang yang berbeda……

    Suka

    • andri b sapoetra Juli 11, 2015 / 11:25 pm

      Kang, bukannya dalam PR semingguan kemarin ada artikel yang menulis bahwa nilai rata2 ujian negara kabupaten Bandung lebih tinggi dari nun rata2 kota bandung,

      efeknya :

      1. Kuota penerimaan siswa apabila benar diberlakukan secara eksklusif akan memiliki PG yang jauh lebih besar dibandingkan dengan siswa dalam kota APABILA memang terjadi peminatan yang cukup tinggi bagi mereka untuk bersekolah di bandung, faktanya adalah masih sangat banyak siswa luar kota yang merasa enggan untuk menempuh jarak yang cukup jauh dari tempat tinggalnya untuk bersekolah ke bandung

      2. Apabila para pejabat (entah disdik atau pejabat apa saya kurang tahu) SADAR dengan hal ini seharusnya ini menjadi suatu tamparan bagi mereka, koq bisa bisanya rata2 NUN kabupaten bisa lebih tinggi dari pada kota. Dan seharusnya malu dengan “prestasi” tersebut.

      salah gak kang pendapat saya? cmiiw yaa

      Suka

    • Taufiq A. Utomo Juli 12, 2015 / 4:05 am

      Saya percaya dulu dengan yang dikatakan Pak Andri bahwa NUN di kabupaten lebih tinggi.

      1. Itu betul adanya, tapi saya pribadi ingin kemungkinan PG LK lebih kecil dari dalam kota tetap terbuka. Karena kalau kemungkinan itu tidak ada, menitipkan KK ke dalam kota akan selalu jadi pilihan rasional.

      2. Sangat setuju, titik.

      Suka

  4. Danti Yasin Juli 14, 2015 / 1:42 pm

    Ini kesewenang-wenangan tanpa ada didahului oleh ketentuan dasar tertulis terlebih dahulu mengenai sistem seleksi PPDB 2015 kota Bandung khususnya untuk pendaftar luar kota. Apakah kita tempuh upaya hukum dengan menggugat keputusan hasil seleksi PPDB 2015 kota Bandung? Terima kasih.

    Suka

    • Taufiq A. Utomo Juli 14, 2015 / 5:20 pm

      Coba cari kontak orang-orang Fortusis yang minggu lalu bilang mau seret kasus ini ke PTUN.

      Suka

Berikan tanggapan